The Misunderstandings of 'Passion' Terminology in Career

Artikel ini ditulis oleh Dwijaya Shaviola - Digital Learning Content Writer Intern

Ketika mendengar kata “passion” dalam karir, Partners pasti menghubungkannya dengan sesuatu bidang yang Partners sukai dan jadikan sebagai pekerjaan. Contoh, Chef Juna sebagai juri di MasterChef Indonesia menyukai memasak dan menjadikannya sebagai pekerjaan utama. Contoh lain, Erwin Gutawa sebagai komposer musik memang menyukai bermain musik dan menjadikannya sebagai pekerjaan utama. Istilahnya, passion itu diartikan sebagai “cita-cita” yang sering dibicarakan ketika duduk di bangku sekolah, seperti memiliki cita-cita sebagai arsitek karena memang dari kecil suka menggambar. Tapi, apa benar passion itu hanya berlandaskan pada “rasa suka” terhadap suatu bidang?

Partners juga mungkin melihat bahwa passion itu menjadi identitas seseorang. Melihat sosok Chef Juna dan Erwin Gutawa, kita menyimpulkan bahwa identitas Chef Juna adalah chef dengan memasak menjadi bagian dirinya, atau identitas Erwin Gutawa adalah komposer musik dengan meng-compose musik yang menjadi tujuan hidup “satu-satunya”. 

Apabila Partners memahami passion sebagai sesuatu yang seharusnya disukai dan statis sebagai bagian identitas seseorang, pemahaman tersebut akan mengarah pada permasalahan-permasalahan yang ditemui oleh para anak muda atau orang dewasa ketika hendak berkarir atau bahkan ketika sedang berkarir, Partners! Apa saja permasalahannya?

  1. Partners kesulitan menemukan passion Partners sampai sekarang

  2. Partners menemukan passion, menyukainya, tapi terlalu terlalu malas memulai melakukannya dan berusaha melupakan passion tersebut

  3. Partners menemukan passion, menyukainya, senang melakukannya, tapi berhenti di tengah jalan karena menemukan kesulitan

  4. Partners menemukan passion, melakukannya, tapi berhenti di tengah jalan karena tidak menyukai passion tersebut dan akhirnya merasa down karena merasa seharusnya itulah passion Partners

Lalu, bagaimana cara agar tidak menemui permasalahan-permasalahan tersebut? Kita harus memahami dulu pengertian dasar dari passion itu sendiri. Passion is an emotion to be acted upon. Jadi Partners, kalau hanya menyukai saja, tapi malas untuk memulai melakukannya, itu tidak bisa disebut passion. Passion adalah bidang yang sangat kita sukai dan rela untuk kita lakukan. 

Kalau begitu, bagaimana jika kita terlalu malas melakukan bidang apapun yang kita sukai? Bagaimana jika kita tidak pernah menemukan atau mempunyai passion?

Tahukah, Partners? Empat poin permasalahan di atas berakar dari dua masalah utama yang ditemui ketika memikirkan passion dalam karir. Apa saja? Pertama, adanya passion gaps. Kedua, passion sebagai sesuatu yang fixated. Nah, loh. Apalagi ini? 

Mari kita bahas satu-satu!

Passion gaps

Apa itu passion gaps? Passion gaps adalah permasalahan ketika Partners mengutamakan feelings over what’s important atau value ketika memikirkan passion dalam karir. Contohnya apa? Misal, Partners adalah penulis karena senang menulis. Tapi Partners merasa jenuh atau menemui kesulitan ketika bekerja sebagai penulis dan memutuskan untuk berhenti karena mengutamakan perasaan/feelings terhadap bidang tersebut. Dalam kasus ini, apakah menulis bukan passion Partners? Apabila Partners suka menulis dan senang melakukannya, berarti menulis adalah passion Partners! 

Intinya, passion gaps sering banget ditemui oleh anak muda atau orang dewasa ketika mereka telah menyukai dan menekuni satu bidang, namun berhenti karena menemui kesulitan. 

Lalu, bagaimana cara tidak mengalami passion gaps?

Partners harus menjalani passion berdasarkan value. Jadi, Partners juga menciptakan suatu makna untuk diri Partners sendiri ketika menggeluti passion tersebut. Mungkin menulis memang terkadang sulit, tapi apabila Partners menanamkan pikiran bahwa Partners menulis untuk belajar, berkarya, dan produktif, bahwa Partners menulis untuk berkontribusi terhadap masyarakat, pemikiran tersebut dapat menjadikan Partners terus menyukai dan menjalani passion tersebut tanpa peduli kesulitan yang dihadapi.

Intinya, menjalankan passion berdasarkan value over feelings ini menjadikan pemikiran Partners lebih dewasa dalam memandang passion dalam karir. Sehingga, Partners tidak akan tergoyahkan oleh kemalasan maupun kesulitan. 

Passion sebagai Sesuatu yang Fixated

Bagaimana dengan passion sebagai sesuatu yang fixated? Passion sebagai sesuatu yang fixated adalah logic yang dipercaya anak muda atau orang dewasa bahwa passion harus satu. Sehingga, apabila kita menekuni satu bidang dalam waktu yang lama, lalu kita tidak menyukainya, kita akan mengalami dilemma karena berpikir bidang tersebut seharusnya passion kita. Contoh, ketika Partners merupakan mahasiswa jurusan hukum, lalu Partners mengalami dilema karena merasa tidak pernah benar-benar menyukai hukum. Logic akan passion sebagai sesuatu yang fixated menjadikan Partners mempertanyakan diri sendiri bahwa seharusnya Partners menyukai hukum. Nah, untuk kasus ini apakah hukum dapat dikategorikan sebagai passion Partners? Apabila Partners bahkan tidak menyukainya, bidang hukum tidak bisa dikategorikan sebagai passion Partners! 

Intinya, passion sebagai sesuatu yang fixated terjadi ketika anak muda atau orang dewasa tidak menyukai bidang yang digelutinya, namun mempercayai bahwa bidang yang digelutinya adalah takdirnya dan seharusnya menjadi passion-nya.

Lalu, bagaimana mengatasi permasalahan ini?

Perlu diketahui bahwa passion itu bukanlah sesuatu yang fixated atau statis, melainkan sesuatu yang developed atau berkembang. Artinya apa? Artinya, Partners sangat mampu berganti karir dengan mencari bidang lain yang dapat Partners sukai dan rela lakukan.

Seiring dengan perkembangan hidup Partners, Partners pasti akan menemukan minat-minat baru. Apabila Partners lebih suka psikologi, atau ekonomi, atau menjalani aktivitas berbau isu sosial, Partners sangat mampu berganti minat dan mendalami minat-minat baru tersebut!

Selain itu, Partners juga harus paham bahwa passion itu tidak berkutat pada satu passion saja. Partners bisa saja memiliki banyak passion. Passion pun juga bukan merupakan bidang-bidang yang dikotak-kotakkan, seperti bidang seni atau sains. Misal, Partners pada dasarnya suka berinteraksi dengan orang baru dan senang melayani masyarakat, itu juga disebut sebagai passion Partners!

How to Find Passion?

Kembali lagi pada pertanyaan pertama, bagaimana cara menemukan passion ketika Partners malas untuk memulai melakukannya? 

Partners perlu meyakini bahwa passion itu selain hal yang disukai atau dilakukan, tapi harus dijalankan dengan 

  1. Value yang Partners yakini, make meanings dalam passion yang Partners geluti. Apa sih bidang yang dapat membuat Partners melihat diri Partners sebagai sosok yang selalu Partners inginkan?

  2. Partners juga harus meyakini bahwa passion itu berkembang. Jadi sangat tidak apa-apa untuk mencari atau mencoba bidang-bidang yang Partners dapat sukai. Tidak harus berkutat pada satu bidang saja, Partners dapat mencoba segala hal yang Partners inginkan untuk dijadikan karir!

Bagaimana menurut Partners? Apakah Partners sudah lebih paham mengartikan passion dalam karir? Semoga artikel ini mampu membuat partners lebih paham mengenai passion, dan ke depannya Partners mampu menemukan atau menikmati karir berdasarkan passion Partners!  


Referensi: 

Jachimowicz, J. M., To, C., Menges, J. I., Akinola, M., t.t. Passion Gaps: Why People Quit Their Job in Pursuit of Work Passion. 

O’Keefe, P. A., Dweck, C. S., & Walton, G. M., t.t. Implicit Theories of Interest: Finding Your Passion or Developing It? Diakses dari http://gregorywalton-stanford.weebly.com/uploads/4/9/4/4/49448111/okeefedweckwalton_2018.pdf 

Thompson, Braden. (t.t). What Is Passion and What It Means To Have Passion. Diakses dari https://www.lifehack.org/articles/lifestyle/what-means-have-passion.html

Previous
Previous

Stress and Health

Next
Next

Membuat Keputusan Karier tanpa kesulitan