Stress and Health

Artikel ini ditulis oleh Junita Tenggana - Digital Learning Content Writer Intern di PartnerInc.

“Kurangi stresnya, yah.” 

“Jangan sering-sering stres, nanti sakit.” 

“Kamu sih stres mulu, makanya gak enak badan gini.”

Tahukah, Partners? Sebenarnya hal yang diucapkan di atas tidak salah, loh. Stres memang benar dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Sebelum kita bahas pengaruh stres terhadap kesehatan manusia dan akibatnya, mari kita cari tahu dulu apa itu stres.

Stres adalah pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan prediktif pada biokimia, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang diarahkan baik untuk mengubah peristiwa peristiwa stres atau mengakomodasi efeknya. Stres disebabkan oleh adanya stressor atau peristiwa yang menyebabkan stres. Stres juga merupakan konsekuensi dari proses penilaian seseorang akan suatu peristiwa. Terdapat dua macam penilaian yang dilakukan oleh diri kita, yaitu penilaian primer (primary appraisal) dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Pada penilaian primer, seseorang mencoba memahami apa peristiwa yang sedang terjadi dan efek peristiwa tersebut terhadap dirinya. Peristiwa tersebut mungkin dapat dinilai sebagai bahaya (harm), ancaman (threat), atau tantangan (challenge). Sedangkan pada penilaian sekunder, kita melakukan penilaian apakah sumber daya pribadi cukup untuk memenuhi tuntutan lingkungan yang ada. 

Stres dapat memberikan dampak pada kesehatan melalui beberapa jalur dalam diri kita.

Jalur pertama adalah jalur fisiologis. Walter Cannon dan Hans Selye, kedua peneliti yang masing-masing mengemukakan stress theory versinya sendiri, menemukan bahwa stres dapat mengubah fungsi biologis. Bagaimana stres dapat memengaruhi dan berinteraksi dengan risiko atau kecenderungan genetik dapat menentukan penyakit apa yang akan diderita seseorang. Efek fisiologis yang menyerang kita dapat berbentuk seperti tekanan darah tinggi; penurunan kemampuan sistem kekebalan untuk melawan infeksi; perubahan kadar lipid dan kolesterol; dan lainnya.

Jalur keduanya adalah melalui perilaku kesehatan. Orang dengan stres kronis memiliki kebiasaan kesehatan yang lebih buruk dibanding yang tidak stres. Stres akut juga dapat mengganggu kebiasaan kesehatan walau hanya dalam jangka waktu yang pendek. Kebiasaan kesehatan buruk yang dimaksud seperti merokok; nutrisi buruk; kurang tidur; sedikit berolahraga; serta penggunaan zat (misal, obat-obatan dan alkohol).

Jalur ketiga adalah melalui sumber daya psikososial. Pada dasarnya, kontak sosial yang mendukung dapat melindungi kesehatan diri kita. Namun, stres dapat menyebabkan diri kita menghindari kontak sosial yang penuh dukungan tersebut atau berperilaku dengan cara yang membuat orang disekitar kita menjauh. Seperti yang kita ketahui optimisme, harga diri, rasa kontrol pribadi terhadap hidup (sense of personal control) dapat berkontribusi baik kesehatan pada. Tetapi ternyata banyak stresor yang merusak keyakinan bermanfaat ini.

Terakhir, jalur yang dapat memengaruhi kesehatan kita adalah penggunaan layanan kesehatan dan kepatuhan terhadap rekomendasi pengobatan. Kita cenderung tidak mematuhi regimen pengobatan ketika sedang di bawah tekanan stres. Kita juga cenderung untuk menunda mencari perawatan untuk gangguan kesehatan yang harus diobati, bahkan mungkin saja kita tidak mencari perawatan sama sekali.

Setelah mengetahui apa itu stres dan penyebab-penyebab stres, mari kita lihat apa saja gejala yang dapat muncul ketika kita berada di bawah stres. Dikutip dari artikel Alodokter yang ditinjau oleh dr. Tjhin Willy, berikut terdapat beberapa gejala dari stres:

  1. Gejala Emosi

    Gejala emosi dari stres yang timbul dapat berbentuk seperti, mudah gusar; frustrasi; moody; sulit menenangkan pikiran; rendah diri; merasa kesepian; merasa tidak berguna; menghindari orang lain; dan lain-lainnya. 

  2. Gejala Fisik

    Gejala fisik dari stres yang timbul seperti, lemas; pusing; migrain; sakit kepala tegang; gangguan pencernaan (seperti, mual dan diare); nyeri otot; jantung berdebar; sering batuk dan pilek; gangguan tidur; tubuh gemetar; telinga berdengung; dan lainnya. Pada wanita, mungkin juga menimbulkan gangguan menstruasi.

  3. Gejala Kognitif

    Gejala kognitif yang dapat timbul ketika stres seperti, menjadi pelupa; sulit konsentrasi; pesimis; dan membuat keputusan tidak baik.

  4. Gejala Perilaku

    Gejala perilaku yang dapat timbul ketika stres seperti, tidak mau makan atau makan berlebihan; menghindar dari tanggung jawab; gugup (seperti, menggigit kuku atau berjalan bolak-balik); merokok; serta mengonsumsi alkohol secara berlebihan.

Ketika kita merasa stres, bagaimana cara kita mengatasinya? Menurut Folkman & Moskowitz (2004) serta Taylor & Stanton (2007) dalam buku “Health Psychology” karya Taylor (2015), coping merupakan pikiran dan perilaku yang digunakan untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal dari situasi yang dinilai sebagai stres. Coping bukanlah one-time action yang dilakukan seseorang melainkan serangkaian respons yang terjadi dari waktu ke waktu, di mana lingkungan dan orang yang berada dalam situasi tersebut saling mempengaruhi. Berikut terdapat beberapa cara coping menurut Carrie Wilkens, Ph.D. (2017): 

  1. Praktikkan sleep hygiene (pola tidur) yang baik

    Partners bisa mempraktikkan sleep hygiene dengan membentuk dan menjaga waktu tidur dan bangun yang konsisten, menghindari minuman berkafein dan beralkohol menjelang waktu tidur, berlatih untuk memasuki “mode rileks” saat akan pergi tidur, serta mematikan perangkat elektronik.

  2. Beri waktu istirahat yang teratur pada diri sendiri

    Istirahat dapat membuat kita lebih efisien, lebih energik, dan lebih mampu mengatasi tantangan yang sedang dihadapi. Ketika Partners merasa stres, jangan ragu-ragu untuk beristirahat dengan berhenti bekerja/belajar; makan yang enak; berbincang dengan teman; maupun melakukan kegiatan lainnya yang membuat Partners merasa beristirahat!

  3. Berlatih teknik menenangkan diri secara teratur

    Lakukanlah hal yang membuat Partners merasa tenang. Mungkin Partners dapat menemukan hal tersebut melalui panca indera. Misalnya, mendengarkan musik; mandi; menonton film; dipijat; relaksasi; yoga; maupun teknik lainnya. Berusahalah untuk melibatkan teknik-teknik tersebut dalam rutinitas keseharian karena teknik tersebut dapat membantu kita dalam mengatasi stres dan mencegah menjadi lebih stres.

  4. Olahraga secara rutin

    Olahraga dapat menjadi coping strategies yang paling penting dalam mengurangi ketegangan dan meningkatkan energi. Jalan selama 20 menit mungkin dapat membantu Partners dalam mengurangi stres, tidak peduli seberapa stres dan panik yang saat itu sedang Partners rasakan.

  5. Pertahankan pola makan yang sehat

    Mempertahankan diet seimbang dari makanan yang menyediakan sumber energi konstan dapat menjadi pertahanan pertama dari efek buruk stres. Hal ini juga dapat membantu dalam mempertahankan pelaksanaan tujuan jangka panjang Partners!

  6. Batasi konsumsi alkohol dan zat pengubah suasana hati lainnya (termasuk obat tidur).

    Mungkin beberapa gelas alkohol (seperti, anggur) dapat menghilangkan ketegangan sementara dan membantu Partners tidur dengan lelap. Namun, hal tersebut dapat menyebabkan gangguan tidur dan meningkat suasana hati yang tertekan. Hal tersebut malah dikhawatirkan dapat membuat tingkat stres tetap tinggi dan meningkatkan ketegangan sampai hari berikutnya.

  7. Pertahankan rutinitas

    Rutinitas dapat mengatasi kekacauan dan perilaku impulsif yang muncul ketika kita sedang berada dalam tingkat stres tinggi. Partners dapat meluangkan 10 menit setiap pagi untuk merencanakan hari, menyisihkan waktu untuk hal-hal yang menyebabkan stres (misal, pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga), serta hal-hal yang akan membantu dalam mengelola stres yang dirasakan (misalnya, olahraga; kontak dengan teman; dan kegiatan yang menyenangkan).

  8. Menuliskan hal-hal yang akan dilakukan

    Jika Partners mengalami kecemasan sebelum tidur karena hal-hal yang mungkin dilupakan atau belum dilakukan, Partners dapat menyisihkan hanya 10 menit  dan tidak lebih sebelum tidur untuk mencatatkan hal tersebut. Hal ini dapat mengajarkan otak kita bahwa seluruh hal terkait kecemasan kita sudah tercatat dan kita akan menyelesaikannya esok. Kemudian, habiskan satu jam sebelum tidur untuk melakukan beberapa kegiatan rutin yang menenangkan Partners. Seperti, membaca buku atau mandi.

  9. Berhati-hatilah dengan sikap dan pendekatan terhadap hidup

    Pandangan kita terkait diri kita sendiri dalam dunia ini dapat memiliki dampak yang besar pada bagaimana kita mengalami stres. Misalnya, merasa perlu menjadi sempurna atau perfeksionis dapat membuat kita menjadi orang yang teliti dan tepat yang diandalkan oleh orang lain untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Namun, hal tersebut juga dapat menyebabkan tekanan internal yang besar karena tidak ada yang sempurna dan berfungsi sempurna dalam setiap bidang kehidupan. Hanya dengan mengubah pemikiran bahwa kita harus terus sempurna menjadi pemikiran bahwa kita akan melakukan sebaiknya dalam waktu yang kita miliki dapat menurunkan tingkat stres kita.

Stres dapat menjadi tekanan yang sangat besar hingga memberikan dampak pada kesehatan kita. Gangguan kesehatan akan sangat berdampak, khususnya pada era pandemi ini yang pantang sakit. Jika ada Partners yang mengalami stres, jangan lupa untuk menerapkan tips-tips di atas agar stres yang sedang dialami tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Semoga artikel ini bermanfaat!

PartnerInc, Your Learning Partner.

Referensi:

Alodokter, & Willy, T. (2019). Stres. Alodokter. https://www.alodokter.com/stres

Blascovich, J. (2008). Challenge, threat, and health. In J. Y. Shah & W. L. Gardner (Eds.), Handbook of motivation science (pp. 481–493). The Guilford Press


Taylor, S. E. (2015). Health Psychology (9th ed.). McGraw-Hill Education.


Wilkens, C. (2017). Behavioral Strategies for Coping with Stress. Center for Motivation & Change. https://motivationandchange.com/behavioral-strategies-coping-stress/


Previous
Previous

Social Stressor dalam Lingkungan Kerja Toksik

Next
Next

The Misunderstandings of 'Passion' Terminology in Career