Sesi Grit: Upaya Melatih Kebiasaan untuk Performa Terbaik

Batu, Januari 2023

Saya sering mendengar grit yang digunakan sebagai kata kunci dalam kesuksesan siapapun itu. Namun selama ini, sulit bagi saya untuk menemukan makna grit yang pas, apalagi grit mungkin tidak ada padanan yang pas dalam bahasa Indonesia. Ada beberapa kata yang dapat diartikan sebagai grit, seperti keberanian, kekuatan, atau ketabahan. Namun kata-kata tersebut punya terjemahan langsungnya dalam bahasa Inggris courage, strength dan resilience. Lalu mengapa ada kata grit sejak awal? Apa yang membuat grit berbeda? Yang lebih penting dari etimologinya, apa terapan grit yang bisa dijadikan kunci kesuksesan berbagai macam profesi, seperti atlet, pebisnis, ilmuwan, seniman, maupun saya dan Anda? Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang mengisi benak saya ketika akan menjadi peserta sesi Grit yang dibawakan oleh Fajar Anugerah.

Pada tanggal 27 Januari 2023 di acara EOA Indonesia East Retreat 2023, saya akhirnya bisa menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya tersebut. Fajar memulai sesi tersebut dengan menceritakan latar belakang beliau, sebagai mahasiswa psikologi hingga memasuki dunia bisnis dan investasi dengan menggunakan pengetahuannya tentang perilaku dan cara berpikir manusia. Hal yang menarik bagi saya adalah bagaimana Fajar dapat membuat saya dan seluruh peserta di ruangan tenggelam dalam cerita hidupnya hingga ketika beliau menjelaskan bagaimana beliau lebih berinvestasi pada para pendiri bisnis, bukan pada produk atau bisnisnya sendiri; atau bagaimana beliau menggunakan grit sebagai pertimbangan utama untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi. Narasi tersebut membuat saya dan peserta lain makin tertarik untuk mempelajari apa itu grit dan bagaimana grit bisa digunakan dalam aktivitas bisnis kami sehari-hari.

Alih-alih langsung menyampaikan definisi dan contoh perilaku grit sesuai dengan bahasan dari buku bertajuk sama dari Angela Duckworth, Fajar mengajak saya dan seluruh peserta untuk bermain BINGO. Pada kartu BINGO tersebut, terdapat 25 situasi acak di kotak 5x5, dari situasi bisnis seperti mendirikan bisnis sendiri dan sudah bertahan selama 5 tahun, hingga situasi personal seperti bangun jam 6 pagi setiap hari. Apakah itu sebuah kebetulan? Melalui permainan ini, akhirnya saya dan banyak peserta menyadari kesamaan dari 25 situasi acak tersebut, yaitu konsistensi.

Fajar pun melanjutkan sesi dengan menjelaskan definisi grit. Seperti yang saya pikirkan, konsistensi merupakan salah satu pembentuk grit. Fajar menggunakan definisi grit dari peneliti, psikolog, dan penulis buku Grit, Angela Duckworth:

“working strenuously toward challenges, maintaining both effort and interest over years and years—despite failure, adversity, and even just stalls in progress”

Fajar menggarisbawahi bagian mempertahankan usaha dan minat untuk waktu yang lama. Penjelasannya yang disisipi humor, contoh pribadi dan sangat mudah dipahami, saya dan peserta lain akhirnya jadi tahu:

  1. Cara untuk menumbuhkan grit, yaitu dengan menemukan eksplorasi minat (interest), berlatih (practice), dan menemukan tujuan (purpose).

  2. Cara ‘mengukur’ grit berdasarkan buku Angela Duckworth. Cara Fajar membuat kami melakukannya juga unik, yaitu lembar asesmennya diletakkan bawah kursi masing-masing peserta, sehingga kami harus bangkit dari kursi kami dan berjongkok untuk menemukannya.

  3. Cara melatih grit untuk karyawan di bisnis kami, yaitu dengan memberi mereka tantangan yang bertingkat, mendorong mereka agar lebih mindful (yang kemudian menjadi penyambung baik untuk sesi selanjutnya oleh Mas Ivandeva), serta dengan memberikan mereka umpan balik yang segera dan konstruktif.

Di akhir sesi, Fajar juga memainkan cuplikan adegan film Facing the Giants yang menyentuh terkait grit. Menyaksikan adegan tersebut, kami semua jadi paham pentingnya peran pelatih atau mentor dan cara yang bisa kami gunakan sebagai atasan, untuk mendorong grit staf kami.

Meski sesi grit ini hanya 90 menit, penjelasan serta sesi interaktif dari Fajar membuat saya paham bagaimana grit itu bisa ditemukan di situasi apapun untuk siapapun. Bahwa kadang kesulitan yang dihadapi kita justru bisa menjadi tempaan agar kita mengembangkan keterampilan yang bisa membuat kita jadi high performing individuals dan bahwa kemampuan kita untuk konsisten dalam melakukan sesuatu hal dengan lebih baik bisa menjadi kebiasaan baik yang dapat ditularkan orang lain.


Ditulis oleh salah satu peserta sesi EOA Indonesia East Retreat 2023

Previous
Previous

Masa Sih? Sukses dalam Dunia Kerja adalah Memiliki Tim Solid?

Next
Next

Kenali Tanda Ini Sebelum Produktivitasmu Berujung Toxic Productivity