Rasa Bersalah Karena Tidak Produktif

Artikel ini ditulis oleh Junita Tenggana - Digital Learning Content Writer Intern di PartnerInc.

Setiap hari dalam kehidupan kita diisi dengan berbagai macam kegiatan. Kita bekerja, belajar, bermain, dan berbagai macam kegiatan lainnya. Tidak hanya penuh dengan kegiatan, tapi juga ada waktu luang. Bisa saja kita memilih untuk mengisi waktu luang dengan istirahat atau dengan kegiatan produktif, seperti menyelesaikan tugas yang tidak terselesaikan; melakukan pekerjaan rumah; maupun kegiatan lainnya. Namun, tidak setiap saat kita mungkin mengisi waktu luang kita secara produktif. Ada kalanya kita hanya ‘rebahan’, menonton film/series, dan hal-hal lainnya yang kita rasa ‘kurang produktif.’ Ketika hal tersebut terjadi, rasa bersalah bisa jadi menghampiri. Apakah Partners pernah merasakannya? Mari kita bahas mengenai hal ini! 

Apakah rasa bersalah itu? Dan mengapa hal tersebut dirasakan?

Menurut Baumeister, Vohs, DeWall, & Zhang (2007), rasa bersalah atau guilt merupakan suatu emosi introspektif yang merupakan hasil reflektif dari asosiasi antara diri kita sendiri  dengan peristiwa negatif. Rasa bersalah merupakan suatu emosi, spesifiknya salah satu bentuk dari self-conscious emotions. Menurut Fischer & Tangney (1995), self-conscious emotions melibatkan adanya proses evaluasi apakah kita sebagai suatu individu sudah melakukan hal yang layak (worthy) atau tidak layak (unworthy) berdasarkan dengan standar diri mengenai perilaku atau karakteristik yang layak. Adanya evaluasi negatif terkait suatu hal dapat mengarah pada emosi beberapa macam emosi dengan salah satunya rasa bersalah. Self-conscious emotions juga melibatkan penilaian akan bagaimana seseorang dapat mengatasi atau memodifikasi suatu peristiwa. Rasa bersalah juga dapat timbul ketika adanya penilaian terkait apakah sesuatu dapat dilakukan untuk mengatasi atau membalikkan, mengubah, atau melarikan diri dengan cara tertentu oleh seorang individu dan ternyata peristiwa negatif tersebut dapat diatasi atau dibatalkan. Sedangkan menurut Julie de Azevedo Hanks – seorang family and marriage therapist; penulis; dan asisten profesor social work di Utah Valley University – menyatakan bahwa perasaan bersalah ketika kita tidak melakukan kegiatan dalam keseharian atau di akhir hari muncul dikarenakan kita mengaitkan self-worth dengan perilaku; kinerja; dan produktivitas, sehingga ketika dalam suatu hari kita kurang produktif kita akan merasa seperti telah melakukan kesalahan. Selain itu, kita juga cenderung percaya bahwa terdapat suatu titik penyelesaian dari seluruh hal yang kita inginkan atau haruskan dan mulai mengaitkan 'ke-santai-an' yang sedang kita nikmati dengan malas, buruk, atau tidak berharga. Dimana, kepercayaan tersebut tidaklah benar. 

Ketika kita menghabiskan dalam suatu hari dengan tidak melakukan kegiatan produktif maupun menikmati waktu santai, rasa bersalah mungkin datang menyerang ketika hal tersebut disadari. Pernahkah Partners merasa bersalah di akhir hari ketika merefleksikan hal-hal yang sudah dilakukan dalam suatu hari? Atau mungkin ketika Partners melihat unggahan orang lain di media sosial mengenai hari produktifnya, lalu membandingkannya dengan hari Partners yang tidak dihabiskan secara produktif? Perlukah hal tersebut dirasakan?

Jawabannya adalah tidak. 

Partners sangat disilakan untuk menikmati waktu santai. Hal yang harus diingat adalah kita perlu melakukan sesuai porsinya. Kita harus mampu memilah waktu untuk mengerjakan tanggung jawab, dan menjadwalkan waktu yang luang untuk bersantai dengan tenang.

Produktivitas bukanlah sebuah kewajiban. Kita juga tidak perlu menghabiskan setiap detik dan setiap saat dalam kehidupan kita dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif. Meski benar bahwa produktivitas merupakan suatu hal yang diperlukan dan cukup membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam keseharian kita, tetapi berhenti dan beristirahat juga diperlukan. Waktu luang yang kita dapatkan di sela-sela kesibukan kita merupakan momen yang sangat baik untuk merawat diri kita. Hanya dengan berhenti dan melakukan hal yang kita sukai atau tidak melakukan apa pun sudah dapat menjadi perawatan yang baik untuk diri kita sendiri. Kita dapat menonton film kesukaan, menggambar, mendengarkan musik, atau bahkan hanya duduk dan melamun saja. 

Rasa bersalah merupakan perasaan yang menyakitkan. Sebagai manusia, kita cenderung untuk menghindari rasa sakit. Namun, kita tidak bisa terus menghindar dari rasa bersalah itu. Sehingga kita perlu cara untuk menghadapi kesakitan agar dapat terus berkembang. Dikutip dari PsychCentral, berikut terdapat 6 cara untuk mengatasi rasa bersalah yang dirasakan ketika tidak produktif: 

  1. Berhenti untuk membandingkan diri dengan orang lain

    Cara seseorang dalam melakukan atau menyelesaikan sesuatu mungkin berbeda dengan orang lain. Sehingga tidak perlu untuk membandingkan diri dengan orang lain atau berlomba dengan orang lain dan tidak perlu takut kalau kita 'kurang' atau 'merasa cupu' dibanding dengan orang lain. 

  2. Utamakan proses dibanding ‘selesai’

    Fokus pada tumbuh dan berkembang menuju tujuan kita dan merayakan perkembangan yang telah kita capai dalam keseharian dibanding merasa bersalah karena hal-hal yang belum selesai. 

  3. Sadari bahwa “membuang-buang waktu” juga produktif.

    Tahanlah keinginan untuk mengisi setiap waktu kosong dengan sesuatu dan ingat bahwa waktu kosong itu adalah waktu yang produktif juga. Waktu kosong juga bisa menjadi waktu untuk merapikan pikiran dan mendengarkan diri kita sendiri. Menurut Peter Bregman, seorang CEO dan penulis, ide-ide terbaiknya itu datang ketika ia tidak produktif. 

  4. Hadapi rasa bersalah

    Hadapilah rasa bersalah secara langsung dan istirahatlah tanpa distraksi dibanding terus memaksakan diri untuk terus sibuk melakukan sesuatu. 

  5. Tantanglah ide bahwa tidak produktif membuat diri kita tidak berharga

    Teruslah mengingatkan diri kita bahwa tidak produktif itu tidak membuat diri kita ini tidak berharga. Misal, mungkin pikiran seperti ‘aku tidak berguna’ atau ‘aku cupu sekali’ muncul tidak menyelesaikan suatu tugas, tetapi peristiwa tidak menyelesaikan tugas itu juga dapat kita artikan sebagai ‘aku butuh istirahat dan setelah istirahat ini aku akan lebih fokus untuk melakukan tugas ini’

  6. Evaluasi ulang ekspektasi

    Kita perlu mengevaluasi ulang apakah ekspektasi kita akan sesuatu benar-benar bisa dicapai atau sebenarnya itu cita-cita yang tidak bisa dicapai. 

Semoga artikel ini membantu untuk Partners yang merasakan rasa bersalah ketika tidak menghabiskan waktunya secara produktif. Jangan lupa untuk berhenti ketika diperlukan dan semangat berkarya kembali ketika Partners sudah siap. 

PartnerInc, Your Learning Partner.


Referensi:

Baumeister, R. F., Vohs, K. D., Nathan DeWall, C., & Zhang, L. (2007). How emotion shapes behavior: Feedback, anticipation, and reflection, rather than direct causation. Personality and social psychology review, 11(2), 167-203.

Fischer, K. W., & Tangney, J. P. (1995). Self-conscious emotions and the affect revolution: Framework and overview. Self-conscious emotions: The psychology of shame, guilt, embarrassment, and pride, 3-22.

Radin, S. (2020). Why it’s Totally OK Not to Be Productive Right Now. Supermaker. https://supermaker.com/articles/productivity-coronavirus

Tartakovsky, M. M. S. (2015. Reducing Your Guilt About Not Being Productive. Psych Central. https://psychcentral.com/blog/reducing-your-guilt-about-not-being-productive#1

Xu, H., Bègue, L., & Shankland, R. (2011). Guilt and guiltlessness: an integrative review. Social and Personality Psychology Compass, 5(7), 440-457.

Previous
Previous

Hustle Culture is Never a Good Culture

Next
Next

Social Stressor dalam Lingkungan Kerja Toksik