Meningkatkan Potensi Diri dengan Self-awareness

Beberapa dari Partners pasti ada yang kerap kali merasa insecure. Partners merasa bahwa orang lain selalu terlihat lebih baik, selalu unggul dengan kemampuannya bekerja, disiplin menyelesaikan tugas, tegas menentukan pilihan, atau bahkan hanya dengan menjadi cerdas. Seketika, Partners merasa selalu kurang, merasa bahwa Partners tidak memiliki kemampuan untuk ditonjolkan, atau selalu merasa “biasa saja”. Partners merasa bahwa slogan “everyone has their own potentials” itu menjadi slogan yang klise. Tapi, apakah menerima diri Partners yang “biasa saja” menjadikan Partners merasa lebih baik? Lalu, mengapa beberapa dari Partners tetap merasa sedih? Mengapa orang-orang yang unggul dapat tetap unggul? 

Tahukah Partners? Meningkatkan potensi diri itu ada resepnya! Partners perlu menerapkan self-awareness. Tapi, self-awareness itu apa?


Apa itu self-awareness? 

Self-awareness adalah kemampuan untuk melihat diri secara obyektif melalui introspeksi dan refleksi. Apa yang dilihat dalam diri dari kemampuan ini? Partners dapat melihat diri dari segi yang berbeda, seperti melihat keunggulan diri, kelemahan, kepercayaan, kepentingan, motivasi, serta emosi. Dengan menerapkan self-awareness, Partners dapat mengetahui diri lebih baik dan mengidentifikasi apa yang sebenarnya Partners inginkan.


Pasti berangkat dari teori..

Self-awareness merupakan teori milik Shelley Duval dan Robert Wicklund pada 1972, yaitu Objective Self-awareness (OSA). Duval dan Wicklund mengembangkan teori ini atas urgensi  untuk berfokus pada pemahaman diri yang ditekankan oleh psikolog, filsuf, serta sosiolog pada 1970an (Leary, 2011). Duval dan Wicklund (1972) pun mengembangkan teori OSA, dengan argumen utama self-awareness untuk menjadikan diri bukan untuk dikendalikan oleh pikiran, tetapi agar diri menjadi sebuah entitas yang mengendalikan atau mengobservasi pikiran itu sendiri (Duval & Wicklund, 1972). OSA menjadi teori yang menjelaskan adanya self-system untuk memahami inner self dengan self-evaluation, yaitu kemampuan untuk melihat apakah kita berpikir dan berperilaku seperti yang “seharusnya” atau berdasarkan standar yang kita anut. Standar yang dimaksud oleh Duval dan Wicklund (1972)  adalah standar kebenaran dalam berperilaku dan bersikap yang selalu ditetapkan setiap orang. 


The Problem of “Standards”

Standar menjadi permasalahan yang menghambat pengembangan diri karena standar yang dipasang setiap orang terkadang terlalu tinggi. Standar yang terlalu tinggi menjadikan orang menjadi minder, merasa tidak pernah cukup, dan berpikir tidak ada gunanya berusaha. Oleh karena itu, Duval dan Wicklund (1972) menyajikan teori OSA agar orang-orang mampu menurunkan standar tersebut dan menyesuaikan standar yang realistis berdasarkan self-awareness secara obyektif terkait diri. 


Kenapa self-awareness penting?

Self-awareness menjadi penting karena kemampuan melihat diri secara obyektif ini mampu menjadikan kita untuk lebih mengenal dan mengeksplor diri. Hal ini dikarenakan self-awareness itu dilakukan dengan menggunakan waktu sebaik mungkin untuk mengenal diri sendiri, yang mana secara tidak langsung jadi mampu mengetahui minat yang sesungguhnya, apa yang tidak disukai. Self-awareness juga menjadikan kita mampu mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan diri, sehingga kita lebih mengetahui di bidang mana kita lebih unggul serta di bidang mana kita harus memperbaiki diri. 

Dengan penerapan self-awareness, kita dapat menetapkan standar yang realistis karena kita telah mengetahui batasan diri kita. Namun, perlu diketahui bahwa standar yang ditetapkan juga tetap sesuai dengan keunggulan dan minat diri. Contoh, ketika dalam persoalan pekerjaan, Partners kesulitan untuk menulis laporan mingguan. Partners yang menerapkan self-awareness dapat mengetahui apa yang membuat Partners kesulitan. Mungkin saja Partners kesulitan pada bagian menulisnya, bukan dalam membuat laporannya. Dari mengetahui kekurangan dan keinginan untuk sukses dalam pekerjaan, Partners pun menetapkan standar yang dapat diraih oleh Partners, yaitu standar untuk mampu menulis lebih baik dan lebih cepat. Standar ini pun dapat Partners raih dengan mengambil kursus menulis, atau meminta agar tulisan Partners di review oleh rekan kerja.

Dengan mengenal dan mengeksplor diri, kita juga dapat menemukan bakat natural dalam diri, menemukan passion dalam berkarir, dan berkembang secara personal dan profesional. Ketika kita mampu mendapatkan ini semua, kita akan mendapatkan jawaban untuk menghilangkan perasaan insecure, yaitu kepercayaan diri. 

Bagaimana cara meningkatkan self-awareness?

Berdasarkan Courtney E. Ackerman (2021), terdapat lima langkah untuk meningkatkan self-awareness.

  1. Melatih mindfulness dan meditasi -> Melatih mindfulness berarti merasa “ada” atau being present at the moment dengan berfokus memperhatikan diri serta sekitar kita pada saat tersebut. Sedangkan meditasi adalah cara untuk melatih agar kita mampu berfokus pada satu hal, seperti pada napas, perasaan, atau membuang pikiran buruk. Kedua latihan ini berguna untuk menjadikan kita lebih mengenal kondisi internal diri serta mengetahui reaksi kita terhadap  beberapa  hal. Kedua latihan ini juga mampu untuk mengidentifikasi pikiran dan perasaan agar kita tidak dikendalikan oleh pikiran kita sendiri, tetapi mampu mengendalikannya. 

  2. Berlatih yoga -> Selain menjadi bentuk latihan fisik, yoga juga dapat melatih psikis. Dengan ketenangan yang diciptakan yoga, kita dapat melatih pikiran untuk lebih positif, mampu menerapkan self-acceptance, dan self-awareness itu sendiri. Yoga dapat menjadikan kita lebih mengetahui apa yang dirasakan tubuh, perasaan yang terkumpul, sehingga kita mampu lebih mengenal apa yang ada di pikiran kita sendiri. 

  3. Menyempatkan diri untuk refleksi -> Dengan menyempatkan diri untuk berefleksi, kita mampu untuk mengetahui apakah kita telah mencapai standar dari pikiran, perasaan, serta kelakuan sehingga kita mampu mengetahui di bidang mana kita unggul dan bidang mana kita harus memperbaiki diri. Refleksi juga dapat membantu kita untuk memikirkan apakah standar yang kita tetapkan itu merupakan standar realistis yang baik untuk menjadikan kita tetap termotivasi untuk berkembang.

  4. Menulis jurnal -> Menulis jurnal menjadi manifestasi dari refleksi diri. Menulis dapat membantu kita mengidentifikasi, mengklarifikasi, serta menerima pikiran dan perasaan. Menulis jurnal juga membantu kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya kita inginkan dan tidak inginkan, serta mengetahui apa yang sebenarnya baik atau tidak cocok untuk kita.  

  5. Menanyakan orang yang dicintai -> Menanyakan orang yang dicintai terkait diri kita menjadikan kita mampu mendapatkan perspektif eksternal terkait area yang harus kita pertahankan dan maksimalkan. 

Bagaimana menurut Partners? Apakah Partners sudah lebih paham mengenai self-awareness? Semoga artikel ini mampu membuat Partners lebih mengenal diri sendiri, membantu Partners meningkatkan potensi diri serta menjadikan Partners lebih percaya diri ya!

PartnerInc, Keep Learning.


Referensi

  1. Ackerman, Courtney E., (2021). What Is Self-Awareness and Why Is It Important? [+5 Ways to Increase It]. Diakses dari https://positivepsychology.com/self-awareness-matters-how-you-can-be-more-self-aware/ 

  2. Duval, Shelley & Wicklund, Robert. (1972). A Theory of Objective Self-Awareness. Oxford Press.

  3. Leary, Mark R., (2011). Handbook of Self and Identity. Guilford Publications.

  4. Raouna, Kyriaki. (2017). Choosing a Career: The Importance of Self-Awareness. Diakses dari https://www.careeraddict.com/choosing-career-self-awareness

Previous
Previous

UNSIKA Tingkatkan Sense of Belonging Melalui Training Bersama PartnerInc dan PIP

Next
Next

Serba-serbi tentang growth Mindset