From Paradox to Prosperity: HR's Role in Shaping Hybrid Work Productivity

Salah satu metode hybrid pertama yang berhasil di dokumentasikan terdapat pada sebuah iklan di Boston Gazette pada tahun 1728 berisi tawaran layanan belajar Stenografi oleh Caleb Phillips dengan sistem surat menyurat. Dalam perkembangannya, pada tahun 1970-an hingga 1980-an, beberapa perusahaan mulai membuat video untuk pelatihan karyawan sehingga instruktur tidak perlu hadir secara langsung.

Metode hybrid menjadi sangat populer ketika dunia sedang dilanda pandemi Virus Covid-19, tak terkecuali di lingkungan kerja. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi interaksi di luar rumah memaksa berbagai pihak termasuk perusahaan mencari alternatif agar proses bisnis tetap berjalan.

Namun, metode hybrid dengan segala fleksibilitasnya juga memunculkan tantangan produktivitas hingga melahirkan sebuah paradoks yang membingungkan. Kesempatan untuk bekerja sesuai dengan kondisi dan ritme masing-masing dari tempat yang berbeda-beda, seringkali disertai dengan berbagai macam masalah seperti manajemen waktu, sistem koordinasi, dan koneksi internet.

Seperti ungkapan mengenai pisau bermata dua, fleksibilitas pada metode hybrid yang dinilai mampu mendorong produktivitas sayangnya juga bisa menjadi alasan dari terhambatnya produktivitas. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan Productivity Paradox of Hybrid.

Lalu bagaimana HR dapat memainkan peran kunci dalam mengubah productivity paradox menjadi prosperity dalam konteks hybrid?

  • Understanding the Dynamics of Hybrid Work

    • Melakukan pendekatan secara menyeluruh pada berbagai aspek untuk mengetahui dinamika hybrid dan dampaknya pada karyawan.

    • Menyoroti keuntungan dan tantangan yang muncul.

  • Building a Culture of Trust and Collaboration

    • Menanamkan pentingnya komunikasi efektif.

    • Membangun kepercayaan dan kolaborasi meski tidak bertemu secara fisik.

  • Technology and Tools Infrastructure Investment

    • Menyediakan teknologi dan peralatan pendukung untuk kelancaran proses kerja.

    • Memberikan panduan untuk penggunaan alat kerja kepada seluruh karyawan

  • Attention to Employee Well-being

    • Mendorong karyawan untuk menetapkan secara jelas antara waktu pribadi dan waktu untuk bekerja

    • Menyediakan layanan konsultasi untuk menjaga kesehatan mental

  • Overcoming Resistance and Embracing Change

    • Mendiskusikan bersama-sama tantangan umum yang mungkin dihadapi dalam perubahan metode kerja.

    • Memberi ruang saran untuk mengatasi resistensi dan memfasilitasi adaptasi.

  • Setting Expectation and Avoid Misunderstanding

    • Menentukan secara bersama response time yang diekpektasikan

    • Menggunakan aplikasi-aplikasi pendukung untuk memudahkan interaksi dan meminimalisir miskomunikasi

Melalui beberapa strategi tersebut, diharapkan HR mampu memaksimalkan peran vital dalam membimbing organisasi pada transisi kerja menggunakan metode hybrid dan menghadapi productivity paradox yang menyertainya. 

Referensi:

Lavri, Oksana (2023). Unveiling the Productivity Paradox in Hybrid Work: Challenges and Strategies. https://hrforecast.com/productivity-paradox-of-hybrid-work-culture/

Tritsch, Erik (2021). Brief History of Online and Hybrid Schools. https://fairborndigital.us/2021/09/09/a-brief-history-of-online-and-hybrid-schools/

 

Ditulis oleh Shafa Kirana (2024) | HR & Assessment Data & Research Officer dari PartnerInc

Previous
Previous

PartnerInc Mini Workshop: Lensa Diri, Refleksi Diri Melalui Lensa dan Cerita

Next
Next

Memaksimalkan Fasilitas Kantor dalam Mengatasi Paradoks Produktivitas dalam Working Hybrid